Rabu, 29 Oktober 2014

tentang uang (catatan di hari Oeang)

Di Hari Oeang, aku ingin menulis tentang uang. Betapa uang telah mengambil peran penting dalam kehidupan manusia. Awalnya hanya alat tukar untuk berinteraksi dalam menyelesaikan kebutuhannya. Namun perlahan, menjadi lebih dari sekedar media. Uang bisa menjadi motivasi, menjadi alasan seorang mau berlelah-lelah, bahkan pertaruhkan nyawa. Manusia terkadang lupa, uang hanya salah satu alat untuk penyelesaian kebutuhan. Bukan bagian dari kebutuhan kita. Kita butuh makan, untuk mendapatkan makan kita harus beli, untuk beli kita perlu uang. Entahlah.

Satu hal yang sering tidak berhasil aku pahami adalah perasaan kecewa dan sedih saat kita kehilangan uang, terkadang kita merasa sangat terpukul. Seakan musibah besar menimpa. Padahal bisa jadi, tanpa uang kebutuhan kita tetap dapat terpenuhi. Protes kita mungkin begini: bisa jadi kan? Bisa jadi sebaliknya. Hehe... padahal dengan uang pun tak ada jaminan kebutuhan itu terpenuhi. Sama saja.

Bukankah kita bisa membeli makanan, tapi tak bisa membeli rasa kenyang, bisa membeli tempat tidur tapi tak bisa membeli nyenyaknya tidur.

Ada fragmen yang juga belum berhasil aku pahami, saat seorang peserta kuis, pada satu babak dia menang dan mendapat hadiah sekian rupiah, uang itu belum diberikan, hanya disebutkan. Lalu pembawa acara menantang sang peserta, mau lanjut ke babak berikutnya? Tapi hadiah di babak pertama dipertaruhkan. Kadang peserta ragu, terkadang juga yakin untuk maju. Pernah peserta nekat lanjut dengan pertaruhkan seluruh hadiah, ternyata kalah. Ia sangat menyesal. Menurutku ini aneh. Hadiah belum diterima, tapi peserta menyesal saat tak jadi diterima. Padahal saat datang ke kuis dia tak bawa apa-apa, jadi wajar saja jika pulang tak bawa apa apa. Atau jika akhirnya dapat tapi hanya sebagian, karena sebagian lain hilang saat dipertaruhkan mestinya dia bahagia, namun terkadang tetap menyesal karena tak dapat lebih banyak.

Mungkin ini memang tentang rasa ingin. Keinginan terkadang jadi sumber penderitaan (kata mas Iwan Fals). Bisa jadi, derita itu karena kita menarik terlalu cepat sesuatu itu menjadi milik kita, sehingga saat hilang kita terluka. Bahkan sesekali kita terjebak pada kehilangan atas sesuatu yang tidak kita miliki.

Demikian halnya uang, sesuatu yang ada hanya karena saat transaksi pertukaran barang dan jasa kita butuh media. Itu saja. Karenanya tak pantaslah uang menjajah terlalu dalam, hingga menguasai rasa bahagia kita.

Entahlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar