Rabu, 22 Oktober 2014

Sekapur Barus.

Tak mudah mencatat perbincangan di meja kopi pagi ini. Tema perbincangan melompat-lompat ke sana ke mari. Untuk menangkapnya aku harus ikut melompat-lompat. Dari rongga kepalaku ke rongga kepala teman-teman, terbang ke langit, lalu menclok di atap kantor, kemudian meluncur bergulingan di atap-atap mobil yang parkir di halaman. Akhirnya mencebur ke cangkir kopi. Berenang di sana.

Memikirkan seseorang teman sambil berkendara sepeda motor saat berangkat kantor, adalah membawa ia dalam alam kita. Mengajak ia berdiri di speedometer, mejadi boneka kecil. Lalu duduk di sana, terkadang berjalan dari titik angka 0 ke angka 110, sesekali menarik jarum jam dalam speedometer itu melampaui kecepatan yang sebenarnya. Ahai.... juga seperti saat dua butir kapur barus itu, masuk ke dalam tanki bensin, untuk meningkatkan oktan. Entah benar atau tidak. Katanya bisa meningkatkan kecepatan motor kita. (Atau merusak speedometer kita, hehe).

Jadi teringat Dayang Sumbi yang halangi Sangkuriang saat penuhi permintaannya sebagai syarat memperistrinya... dengan memukul lesung, mengundang fajar lebih cepat datang. Apakah matahari menjadi lebih cepat, atau hanya unggas sebagai tanda-tanda pagi itu yang lebih awal bernyanyi? Gerakan Matahari itu serupa kecepatan motor kita, dan unggas seolah speedometer itu. Kita sering terjebak pada kerancuan berfikir antara yang diukur dan dasar ukuran. Entahlah.

Memang tak mudah, mencatat tema percakapan yang berlarian tanpa rima dan tujuan.

**bincang di warung Lala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar