Senin, 20 Desember 2010

Kewajiban Asasi Manusia vs Hak Asasi Manusia

Terkadang tergoda, untuk lebih betah bercakap tentang "hak2" kita daripada bercakap tentang "kewajiban2" kita. Biasanya diawali dengan kata "... seharusnya.." atau "...mestinya kan.." tiba-tiba saja, kita merasa berhak menentukan seharusnya kita mendapatkan "sesuatu" yang "pantas" [menurut kita] dari orang lain. Dan biasanya, kita melanjutkan dengan satu tuntutan... "kalau nggak..." hiks... bisa jadi, lalu kata-kata ancaman. Dan saat itu juga, kata "ikhlash" menjadi kehilangan makna. Bahkan kadang kita spontan mengatakan "jangan bawa-bawa kata ikhlas dong... ini masalah hak.." hiks... Entahlah, mungkin saja kita benar.. bahwa ini adalah masalah "hak" tapi, kok nggak nyaman bener ya, kalau kata "ikhlas" menjadi kehilangan tempat. Padahal ikhlas itu perbuatan hati yang demikian sulit dilakukan, sehingga cara yang paling aman adalah sering-sering melatihnya agar ia betah tinggal di hati kita.

Kalau sudah begini, rasanya kita perlu kembali meng-evaluasi. Sebenarnya dari sudut pandang mana sih kita melihat konsep "hak" dan "kewajiban" itu? Teringat bahwa dalam sholat kita, duduk di antara dua sujud yang isinya do'a2 tentang "hak" kita untuk mendapatkan perlindungan itu hanya sekali dan diapit oleh dua sujud, yang isinya do'a tentang "kewajiban" kita bertasbih dan bertahmid... jadi kalau boleh diambil komparasi "kewajiban" itu semestinya lebih dominan dalam pemikiran kita dibanding "hak".

Pantas saja, dulu bapak Bismar Siregar seorang hakim yang juga penulis itu, memopulerkan "Kewajiban Asasi Manusia" untuk menandingi "Hak Asasi Manusia". Karena bila bicara tuntutan hak saja, kita bisa saja justru melanggar hak orang lain. Berbeda jika, kita fokus pada kewajiban-kewajiban kita saja... sehingga secara otomatis hak-hak dasar manusia itu dapat dipenuhi. Wallohu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar