adalah catatan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berusaha untuk selalu bahagia... mencoba tanggalkan beban ambisi jabatan dan godaan duniawi yang "cemen"... hingga di setiap waktu selalu saja pantas untuk tersenyum.
Rabu, 29 Desember 2010
aku ingin belajar dari bapak,
[ untuk Bapak Sutrisno Ali ]
aku ingin belajar dari bapak,
tentang bagaimana menjadi karang saat ombak datang menampar;
keras, terkadang sangat keras
namun kokoh tanganmu terus menggenggam keyakinan itu...
aku ingin belajar dari bapak,
tentang bagaimana menerjemahkan keteguhan dalam tatapan tenang;
tentang bagaimana menahan deburan itu,
dan mengubahnya menjadi riak-riak tipis saja....
aku ingin belajar dari bapak,
tentang bagaimana tetap bekerja dengan cinta
hingga segegap gempita apa pun badai datang,
mudah saja kau hadapi dengan senyuman....
aku ingin terus belajar dari bapak,
tetap dekat di sisi...
namun ketetapan berkehendak lain
karena hidup adalah rangkaian waktu
yang detiknya berguguran satu demi satu...
tanpa bisa kita hentikan.
Selamat menjalani masa purna bhakti, bapak.
Jangan hapus nama kami di hati bapak.....
Senin, 20 Desember 2010
Kewajiban Asasi Manusia vs Hak Asasi Manusia
Terkadang tergoda, untuk lebih betah bercakap tentang "hak2" kita daripada bercakap tentang "kewajiban2" kita. Biasanya diawali dengan kata "... seharusnya.." atau "...mestinya kan.." tiba-tiba saja, kita merasa berhak menentukan seharusnya kita mendapatkan "sesuatu" yang "pantas" [menurut kita] dari orang lain. Dan biasanya, kita melanjutkan dengan satu tuntutan... "kalau nggak..." hiks... bisa jadi, lalu kata-kata ancaman. Dan saat itu juga, kata "ikhlash" menjadi kehilangan makna. Bahkan kadang kita spontan mengatakan "jangan bawa-bawa kata ikhlas dong... ini masalah hak.." hiks... Entahlah, mungkin saja kita benar.. bahwa ini adalah masalah "hak" tapi, kok nggak nyaman bener ya, kalau kata "ikhlas" menjadi kehilangan tempat. Padahal ikhlas itu perbuatan hati yang demikian sulit dilakukan, sehingga cara yang paling aman adalah sering-sering melatihnya agar ia betah tinggal di hati kita.
Kalau sudah begini, rasanya kita perlu kembali meng-evaluasi. Sebenarnya dari sudut pandang mana sih kita melihat konsep "hak" dan "kewajiban" itu? Teringat bahwa dalam sholat kita, duduk di antara dua sujud yang isinya do'a2 tentang "hak" kita untuk mendapatkan perlindungan itu hanya sekali dan diapit oleh dua sujud, yang isinya do'a tentang "kewajiban" kita bertasbih dan bertahmid... jadi kalau boleh diambil komparasi "kewajiban" itu semestinya lebih dominan dalam pemikiran kita dibanding "hak".
Pantas saja, dulu bapak Bismar Siregar seorang hakim yang juga penulis itu, memopulerkan "Kewajiban Asasi Manusia" untuk menandingi "Hak Asasi Manusia". Karena bila bicara tuntutan hak saja, kita bisa saja justru melanggar hak orang lain. Berbeda jika, kita fokus pada kewajiban-kewajiban kita saja... sehingga secara otomatis hak-hak dasar manusia itu dapat dipenuhi. Wallohu a'lam.
Kalau sudah begini, rasanya kita perlu kembali meng-evaluasi. Sebenarnya dari sudut pandang mana sih kita melihat konsep "hak" dan "kewajiban" itu? Teringat bahwa dalam sholat kita, duduk di antara dua sujud yang isinya do'a2 tentang "hak" kita untuk mendapatkan perlindungan itu hanya sekali dan diapit oleh dua sujud, yang isinya do'a tentang "kewajiban" kita bertasbih dan bertahmid... jadi kalau boleh diambil komparasi "kewajiban" itu semestinya lebih dominan dalam pemikiran kita dibanding "hak".
Pantas saja, dulu bapak Bismar Siregar seorang hakim yang juga penulis itu, memopulerkan "Kewajiban Asasi Manusia" untuk menandingi "Hak Asasi Manusia". Karena bila bicara tuntutan hak saja, kita bisa saja justru melanggar hak orang lain. Berbeda jika, kita fokus pada kewajiban-kewajiban kita saja... sehingga secara otomatis hak-hak dasar manusia itu dapat dipenuhi. Wallohu a'lam.
Langganan:
Postingan (Atom)