(Uraian atas kajian tarhib Ramadhan1436 H, di Masjid Al Hikmah KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan, ust. Kh. Anwar Nasihin, Lc)
Selalu ada harga yang dibayar atas sesuatu yang ingin diperoleh, baik dengan harta maupun jiwa, karena hidup ini perihal sebab akibat. Lelah atas apa yang diperjuangkan itu nikmat luar biasa, betapa banyak orang blm sadar bahwa kemuliaan tak dapat diraih melalui impian-impian dlm tidur. Bukankah jika tidak lelah, berarti tidak ada sesuatu yg kita perjuangkan?
Setidaknya terdapat 8 kelelahan yg disukai Allah SWT, yakni ;
1. Lelah dalam berjihad di jalan-Nya. (QS. At-Taubah : 111)
Jangan sempit dlm mengartikan jihad, sesungguhnya kesungguhan kita menjaga kehormatan bisa bernilai jihad. Menjaga kehormatan agama, nyawa, harta, keluarga, dan kemaluan. Kehormatan adalah salah satu bentuk ujian dan cobaan, Allah memberikan nikmat-Nya kpd umat manusia agar Dia bisa melihat siapa yg menerimanya dgn baik, lalu mensyukuri, menjaga, mengembangkan, serta mengambil dan memberi manfaat darinya. Sungguh kenikmatan merupakan tolok ukur, sejauh mana orang2 yg bersyukur mensyukurinya dan sejauh mana pula orang2 yg kufur mengingkarinya.
2. Lelah dlm berdakwah di jalan Allah. (QS. Fussilat : 33)
3. Lelah dlm beribadah dan beramal soleh. (QS. Al. Ankabut : 69)
4. Lelah mengandung, menyusui, merawat, dan mendidik anak. (QS. Luqman : 14)
5. Lelah dlm mengurus keluarga. (QS. At-Tahrim : 6)
6. Lelah dlm menuntut ilmu. (QS. Ali-Imran : 79)
Kebahagiaan, kedamaian, dan ketentraman hati senantiasa berawal dari ilmu pengetahuan. Itu terjadi karena ilmu mampu menembus yg samar, menemukan sesuatu yg hilang, dan menyingkap yg tersembunyi. Alangkah mulianya ilmu pengetahuan. Alangkah gembiranya jiwa seseorang yg menguasainya. Alangkah segarnya hati orang yg penuh dengannya, dan alangkah leganya perasaan orang yg menguasainya.
7. Lelah dlm menghadapi cobaan/ musibah. (QS. Al-Baqarah : 155)
Ada hal-hal besar dalam setiap musibah yg menghampiri : ada kesabaran, ada takdir, ada pahala, ada tuntutan agar hamba menyadari bahwa Yang Mengambil adalah Yang Memberi, dan bahwa Yang Mencabut adalah Yang Menganugerahkan. Betapa banyak orang yg sudah putus asa namun kemudian datang kegembiraan, sungguh banyak orang ketakutan menjadi menakutkan dan peristiwa yang pahit berubah manis. Kesulitan2 itu sebenarnya akan menguatkan hati, menghapuskan dosa, menghancurkan rasa ujub, dan menguburkan rasa sombong. Kesulitan2 akan menyalakan lentera dzikir dan meluruhkan kelalaian.
8. Lelah dlm mencari nafkah yg halal.
"Apabila telah dilaksanakan shalat, maka bertebaranlah kamu di bumi. Carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung." (QS. Al-Jumu'ah : 10)
Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang teramat mulia. Kewajiban seorang suami dan ayah adalah menafkahi, baik lahir maupun batin. Bekerja atau mencari rezeki yang halal merupakan ibadah. Rasulullah SAW menegaskan, bekerja untuk mencari nafkah merupakan kewajiban (fardlu). Alkisah, ketika Rasulullah SAW pulang dari perang Tabuk, beliau bertemu dengan salah seorang sahabatnya, Sa'ad bin Abi Waqqas. Ketika bersalaman, terasa oleh Rasulullah telapak tangan Sa'ad yang kasar, betapa tangannya kasar, kering dan kotor. Ketika ditanya Sa’ad menjawab bahwa tangannnya menjadi demikian karena bekerja mengolah tanah dan mengangkut air sepanjang hari. Mendengar itu Rasulullah SAW serta merta mencium tangan Sa’ad dan bersabda: “Tangan ini dicintai Allah dan Rasul-Nya dan tidak akan disentuh api neraka!” Masha Allah, betapa Islam sangat memuliakan orang2 yg bekerja keras.
Bagaimanakah Islam menggariskan teknis dalam bekerja? Diantaranya adalah ihsan dan itqan yang dapat disetarakan dengan istilah profesionalisme.
Allah telah menetapkan bahwa segala hal harus memiliki pondasi ihsan,
“Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan atas segala sesuatunya” (HR Muslim)
Dalam pekerjaan, ihsan berarti memenuhi hak pemberi kerja (perusahaan), pekerja (karyawan), rekan, pelanggan, serta para stakeholder lain sesuai bidang pekerjaan tersebut.
Anjuran berikutnya ialah itqan yang bahasa arabnya diartikan sebagai rapi dan paripurna dalam sesuatu yang memerlukan keahlian.
“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta`ala mencintai jika seorang dari kalian bekerja, maka ia itqon dalam pekerjaannya” (HR Baihaqi)
Itqan dalam bekerja mengharuskan pelaksanaannya secara prosedural, proporsional, dan progresif. Pekerjaan harus dilakukan dengan benar dan disiplin menaati aturan serta tuntutan prosedur. Ia juga mesti dijalankan pada waktu yang seharusnya sesuai proporsi jam kerja dan tenggat tertentu. Kemudian tidak sekadar selesai, namun juga berupaya agar bisa mengembangkan pekerjaan, progresif untuk mencapai hasil dan nilai yang lebih baik dari tahapan ke tahapan; dari masa ke masa.
Teruslah berbuat baik, janganlah pernah merasa diri ini sudah cukup baik. Karena sesungguhnya hal itu hanya akan membuat diri membatasi dari perbuatan baik. Akan ada balasan dari setiap yg kita lakukan, Allah menjamin orang2 yg ihsan atas jannah yg demikian indah. Hal tersebut termaktub dlm QS. Yunus : 26 yang berbunyi "Bagi orang-orang yg berbuat baik, ada pahala yg terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan wajah mereka tdk ditutupi debu hitam dan tdk (pula) dlm kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya."
Sekian.
Khairunnas anfa'uhum linnas. Semoga bermanfaat.
**Nuke Listiawati.